SURABAYA SEBAGAI SIMBOL KOTA PAHLAWAN
Kota Surabaya adalah ibu kota Provinsi Jawa Timur, Indonesia sekaligus
menjadi kota metropolitan terbesar di provinsi tersebut. Surabaya merupakan
kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta. Kota Surabaya juga merupakan pusat bisnis,
perdagangan, industri, dan pendidikan di kawasan Indonesia bagian timur. Kota
ini terletak 789 km sebelah timur Jakarta, atau 426 km sebelah barat laut
Denpasar, Bali. Surabaya terletak di tepi pantai utara pulau Jawa dan
berhadapan dengan Selat Madura serta Laut Jawa.
Surabaya memiliki luas sekitar 333,063 km² dengan
penduduknya berjumlah 2.813.847 jiwa (2014). Daerah metropolitan Surabaya yaitu Gerbangkertosusila yang berpenduduk sekitar 10 juta jiwa,
adalah metropolitan terbesar kedua di Indonesia setelah Jabodetabek. Surabaya dilayani oleh Bandar Udara Internasional
Juanda, Pelabuhan Tanjung Perak,
danPelabuhan Ujung.
Surabaya terkenal dengan sebutan Kota Pahlawan karena sejarahnya yang sangat
diperhitungkan dalam perjuangan merebut kemerdekaan bangsa Indonesia dari
penjajah. Kata Surabaya konon berasal dari cerita mitos pertempuran antarasura (ikan hiu) dan baya (buaya)
dan akhirnya menjadi kota Surabaya.
Sebelum kedatangan Belanda
Surabaya
dulunya merupakan gerbang Kerajaan
Majapahit, yakni di muara Kali Mas. Bahkan
hari jadi Kota Surabaya ditetapkan sebagai tanggal 31
Mei 1293. Hari itu sebenarnya merupakan hari
kemenangan pasukan Majapahit yang dipimpin Raden Wijaya terhadap pasukankerajaan
Mongol utusan Kubilai Khan.
Pasukan Mongol yang datang dari laut digambarkan sebagai ikan SURO (ikan
hiu/berani) dan pasukan Raden Wijaya yang datang dari darat digambarkan sebagai
BOYO (buaya/bahaya), jadi secara harfiah diartikan berani menghadapi bahaya
yang datang mengancam. Maka hari kemenangan itu diperingati sebagai hari jadi
Surabaya.
Pada
abad ke-15, Islam mulai
menyebar dengan pesat di daerah Surabaya. Salah satu anggota Wali Songo, Sunan Ampel,
mendirikanmasjid dan pesantren di daerah Ampel. Tahun 1530,
Surabaya menjadi bagian dari Kerajaan Demak. Menyusul
runtuhnya Demak, Surabaya menjadi sasaran penaklukan Kesultanan
Mataram, diserbu Panembahan
Senopati tahun 1598,
diserang besar-besaran oleh Panembahan Seda ing Krapyak tahun 1610, diserang Sultan Agung tahun 1614. Pemblokan aliran sungai Brantas oleh Sultan Agung akhirnya
memaksa Surabaya menyerah. Suatu tulisan VOC tahun
1620 menggambarkan Surabaya sebagai negara yang kaya dan berkuasa. Panjang
lingkarannya sekitar 5 mijlen Belanda (sekitar 37 km), dikelilingi kanal dan diperkuat
meriam. Tahun tersebut, untuk melawan Mataram, tentaranya sebesar 30 000
prajurit]. Tahun 1675, Trunojoyo dari Madura merebut Surabaya, namun akhirnya didepak VOC pada tahun 1677. Dalam perjanjian antara Paku Buwono II dan VOC pada
tanggal 11 November 1743,
Surabaya diserahkan penguasaannya kepada VOC.
Zaman Hindia Belanda.
Pada
zaman Hindia Belanda,
Surabaya berstatus sebagai ibu kota Karesidenan Surabaya, yang wilayahnya juga
mencakup daerah yang kini wilayah Kabupaten Gresik, Sidoarjo, Mojokerto, dan Jombang.
Pada tahun 1905, Surabaya mendapat status Kotamadya (Gemeente). Pada tahun 1926,
Surabaya ditetapkan sebagai ibu kota provinsi Jawa Timur. Sejak itu Surabaya
berkembang menjadi kota modern terbesar kedua di Hindia-Belanda setelah Batavia.
Sebelum
tahun 1900, pusat kota Surabaya hanya berkisar di
sekitar Jembatan Merah saja. Sampai tahun 1920-an, tumbuh pemukiman
baru seperti daerah Darmo, Gubeng, Sawahan, dan Ketabang. Pada tahun 1917 dibangun fasilitas pelabuhan modern di
Surabaya.
Tanggal 3 Februari 1942, Jepang menjatuhkan bom di Surabaya. Pada bulan Maret 1942,
Jepang berhasil merebut Surabaya. Surabaya kemudian menjadi sasaran serangan
udara Sekutu pada tanggal 17 Mei 1944.
Pertempuran mempertahankan Surabaya
Setelah Perang Dunia II usai, pada 25 Oktober 1945,
6000 pasukan Inggris-India yaitu
Brigade 49, Divisi 23 yang dipimpin Brigadir JenderalAulbertin Walter Sothern
Mallaby mendarat
di Surabaya dengan perintah utama melucuti tentara Jepang,
tentara dan milisi Indonesia. Mereka juga bertugas mengurus bekas tawanan
perang dan memulangkan tentara Jepang. Pasukan Jepang menyerahkan semua senjata
mereka, tetapi milisi dan lebih dari 20000 pasukan Indonesia menolak. 26 Oktober 1945,
tercapai persetujuan antara Bapak Suryo, Gubernur
Jawa Timur dengan
Brigjen Mallaby bahwa pasukan Indonesia dan milisi tidak
harus menyerahkan senjata mereka. Sayangnya terjadi salah pengertian antara
pasukan Inggris di Surabaya dengan markas tentara Inggris di Jakarta yang dipimpin Letnan Jenderal Sir Philip Christison.
27 Oktober 1945,
jam 11.00 siang, pesawat Dakota AU Inggris dari Jakarta menjatuhkan selebaran
di Surabaya yang memerintahkan semua tentara Indonesia dan milisi untuk
menyerahkan senjata. Para pimpinan tentara dan milisi Indonesia marah waktu
membaca selebaran ini dan menganggap Brigjen Mallaby tidak menepati perjanjian
tanggal 26 Oktober 1945.
28 Oktober 1945,
pasukan Indonesia dan milisi menggempur pasukan Inggris di Surabaya. Untuk
menghindari kekalahan di Surabaya, Brigjen Mallaby meminta agar Presiden RI Sukarno dan panglima pasukan Inggris Divisi 23, Mayor
Jenderal Douglas Cyril Hawthorn untuk pergi ke Surabaya dan mengusahakan
perdamaian.29 Oktober 1945,
Presiden Sukarno, Wapres Mohammad Hatta dan Menteri Penerangan Amir Syarifuddin Harahap bersama Mayjen Hawthorn pergi ke Surabaya
untuk berunding.
Pada
siang hari, 30 Oktober 1945,
dicapai persetujuan yang ditanda-tangani oleh Presiden RI Sukarno dan Panglima
Divisi 23 Mayjen Hawthorn. Isi perjanjian tersebut adalah diadakan perhentian
tembak menembak dan pasukan Inggris akan ditarik mundur dari Surabaya
secepatnya. Mayjen Hawthorn dan ke 3 pimpinan RI meninggalkan Surabaya dan
kembali ke Jakarta.
Pada
sore hari, 30 Oktober 1945,
Brigjen Mallaby berkeliling ke berbagai pos pasukan Inggris di Surabaya untuk
memberitahukan soal persetujuan tersebut. Saat mendekati pos pasukan Inggris di
gedung Internatio, dekat Jembatan merah, mobil Brigjen Mallaby dikepung oleh
milisi yang sebelumnya telah mengepung gedung Internatio.Karena mengira
komandannya akan diserang oleh milisi, pasukan Inggris kompi D yang dipimpin
Mayor Venu K. Gopal melepaskan tembakan ke atas untuk membubarkan para milisi.
Para milisi mengira mereka diserang / ditembaki tentara Inggris dari dalam
gedung Internatio dan balas menembak. Seorang perwira Inggris, Kapten R.C.
Smith melemparkan granat ke arah milisi Indonesia, tetapi meleset dan malah
jatuh tepat di mobil Brigjen Mallaby.
Granat
meledak dan mobil terbakar. Akibatnya Brigjen Mallaby dan sopirnya tewas.
Laporan awal yang diberikan pasukan Inggris di Surabaya ke markas besar pasukan
Inggris di Jakarta menyebutkan Brigjen Mallaby tewas ditembak oleh milisi
Indonesia.Letjen Sir Philip Christison marah besar mendengar kabar kematian
Brigjen Mallaby dan mengerahkan 24000 pasukan tambahan untuk menguasai
Surabaya.9 November 1945,
Inggris menyebarkan ultimatum agar semua senjata tentara Indonesia dan milisi
segera diserahkan ke tentara Inggris, tetapi ultimatum ini tidak diindahkan.10 November 1945,
Inggris mulai membom Surabaya dan perang sengit berlangsung terus menerus
selama 10 hari. Dua pesawat Inggris ditembak jatuh pasukan RI dan salah seorang
penumpang Brigadir Jendral Robert Guy Loder-Symonds terluka parah dan meninggal
keesokan harinya.
20 November 1945,
Inggris berhasil menguasai Surabaya dengan korban ribuan orang prajurit tewas.
Lebih dari 20000 tentara Indonesia, milisi dan penduduk Surabaya tewas. Seluruh
kota Surabaya hancur lebur.Pertempuran ini merupakan salah satu pertempuran
paling berdarah yang dialami pasukan Inggris pada dekade 1940an. Pertempuran
ini menunjukkan kesungguhan Bangsa Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan
dan mengusir penjajah. Karena sengitnya pertempuran dan besarnya korban jiwa,
setelah pertempuran ini, jumlah pasukan Inggris di Indonesia mulai dikurangi
secara bertahap dan digantikan oleh pasukan Belanda. Pertempuran tanggal 10 November 1945 tersebut hingga sekarang dikenang dan
diperingati sebagai Hari Pahlawan.
Komentar
Posting Komentar